Seorang peneliti, baik yang sudah bekerja maupun yang masih berstatus mahasiswa, memiliki kewajiban mendasar untuk memublikasikan hasil penelitiannya dalam suatu makalah ilmiah (paper). Makalah ilmiah adalah bagian paling sentral dari proses penelitian. Jika penelitian kita tidak menghasilkan makalah ilmiah, bolehlah dikatakan bahwa penelitian kita belum atau bahkan tidak pernah terselesaikan.
Secara ekstrem, Profesor G. M. Whitesides, seorang ahli kimia terkemuka, pernah menuliskan,
“Suatu penelitian yang menarik, tetapi tidak dipublikasikan dalam makalah ilmiah, sama saja dengan ketiadaan.”
Menulis makalah ilmiah sudah menjadi sesuatu yang integral dalam penelitian, bukan kegiatan yang terpisah. Jika kita dituntut untuk menulis makalah ilmiah, akan lebih efisien ketika kita memfokuskan penelitian untuk mendapatkan informasi yang kita butuhkan dalam menulis makalah, alih-alih menerawang tidak jelas ingin menulis apa ketika penelitian sudah selesai dilakukan
Profesor Whitesides kembali menegaskan,
“Jangan melakukan penelitian lalu menulis makalah! Namun, buatlah tulisan-tulisan kecil untuk mengatur penelitian yang sedang dilakukan.” Tulisan-tulisan kecil itu yang kelak menjadi fondasi makalah ilmiah.
Lalu, bagaimana cara tercepat untuk bisa menyelesaikan penulisan makalah ilmiah? Berikut ini saya coba sarikan beberapa langkah yang terinspirasi dari saran-saran Profesor Whitesides dalam artikel beliau di Adv. Mater. 16, 15 (2004). Langkah-langkah ini disesuaikan dengan kemampuan diri saya sendiri yang masih abal-abal dalam melakukan penelitian ataupun menulis makalah.
1. Tulislah Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian tidak lain sama persis dengan kerangka makalah ilmiah. Untuk setiap penelitian yang kita lakukan, upayakan minimalnya ada keluaran satu makalah ilmiah. Kalau kita punya tiga topik penelitian untuk satu tahun, berarti kita harus menulis tiga makalah ilmiah dalam satu tahun itu.
Di komputer kita bisa buat folder makalah ilmiah untuk setiap penelitian yang dilakukan. Beri nama kita pada folder itu untuk memacu diri, disertai tahun target selesai, dan singkatan topik penelitian. Misalnya: (1) nugraha17-photothermoelectric, (2) nugraha17-magicnumber, dan (3) nugraha17-hartmaneff. Kita tidak peduli apakah penelitian itu akan selesai tepat waktu atau tidak sesuai target, yang penting kita ada mimpi dulu untuk melakukan penelitian itu dan menuliskan kerangkanya.
Apa isi dari kerangka penelitian? Paling sederhananya mencakup:
- Pendahuluan (Introduction), berfokus pada alasan mengapa kita melakukan penelitian, disertai motivasi dan hipotesis awal.
- Metode (Methods), menjelaskan detail eksperimen atau perhitungan yang dilakukan untuk memperoleh data penelitian.
- Hasil dan Pembahasan (Results and Discussion), menjelaskan grafik ataupun rumusan yang dihasilkan dalam penelitian.
- Kesimpulan (Conclusions), berisi beberapa kalimat singkat yang menekankan signifikansi penelitian dan prospek mendatang.
2. Tentukan Judul dan Abstrak sedari Dini
Selain kerangka mendasar yang telah disebutkan, saya biasanya langsung menambahkan JUDUL dan ABSTRAK pada rencana makalah ilmiah. Cara ini agak berlawanan dengan saran kebanyakan profesor senior yang biasanya menulis abstrak dan judul terakhir setelah selesai menulis seluruh isi makalah.
Saya sengaja selalu menulis judul dan abstrak sejak awal karena biasanya judul dan abstrak itu sudah berisi “harapan” dan “obsesi” penelitian yang ingin saya wujudkan. Jika gagal, alias tak terwujud, tinggal direvisi. Dua kali kerja, dong? Tidak juga, malah bagus jika bisa direvisi karena saat itu akan dipaksa membaca kembali judul dan abstrak lebih seksama.
3. Ikuti Format Tulisan dan Gambar Sesuai Jurnal
Sejak awal mulai menulis kerangka penelitian ataupun kerangka makalah ilmiah, upayakan agar mengikuti format salah satu jurnal yang kira-kira menjadi target realistis kita untuk memublikasikan makalah. Aspek ini sangat penting untuk diperhatikan karena terkadang antara satu jurnal dengan jurnal lainnya memiliki format tulisan dan format gambar yang berbeda.
Tentunya lebih efisien lagi jika kita bisa mengatur agar gaya tulisan makalah kita dan gambar-gambar yang ada di dalamnya bisa cukup fleksibel dengan beberapa jurnal. Dengan demikian, andaikan makalah kita ditolak oleh satu jurnal, kita bisa cepat beralih mengirimkannya ke jurnal yang lain.
Sedikit catatan bagi penelitian yang mengharuskan makalahnya memuat beberapa gambar, ada “standar” umum tak tertulis yang patut diikuti. Di antaranya adalah agar menggunakan palet warna yang seragam untuk gambar-gambar yang berbeda, hindari informasi redundan pada legenda, dan perhatikan label setiap sumbu harus cukup besar agar terbaca dengan mudah, minimalnya sama besar dengan ukuran huruf pada teks utama.
Gunakan juga ukuran dan jenis huruf yang konsisten untuk seluruh gambar. Jika diperlukan perhatian lebih pada aspek artistik, belakangan ini penggunaan “golden ratio“, atau proporsi yang enak dilihat untuk setiap gambar, mulai marak di kalangan para peneliti.
4. Membangun Kolaborasi yang Mengakselerasi
Saran ini mungkin tidak terlalu berguna bagi para “lone wolves” (serigala kesepian?) yang lebih suka menulis makalah menyendiri, terutama dari kalangan matematikawan dan fisikawan garis keras. Akan tetapi, di masa sekarang ini, menulis bersama-sama kolaborator tampaknya tak terhindarkan lagi. Apalagi jika kita masih dalam posisi harus menggunakan dana “hibah penelitian” yang alokasinya diatur “bos besar”, tentu beliau otomatis jadi kolaborator kita.
Cara kolaborasi yang tepat sangat diperlukan dengan memahami karakter dari setiap kolaborator. Dalam penulisan makalah ilmiah, paling mudahnya kita bisa bagi dua tipe kolaborator:
- Kolaborator tradisional
- Kolaborator modern
Kolaborator tradisional cenderung akan “menulis” makalah ilmiah bersama-sama kita dengan cara membaca cetakan draf makalah yang telah kita tulis di periode awal, lalu ia membubuhi masukan dan koreksi dengan tulisan tangan pada kertas draf. Setelah itu, ia akan mengirimkan masukan dan koreksi tersebut baik itu dengan diberikan pada kita secara tatap muka atau melalui surat elektronik.
Di sisi lain, kolaborator modern cenderung ingin memberi masukan dan koreksi penulisan makalah secara langsung pada berkas utama dari draf yang kita buat di komputer. Dengan perkembangan berbagai fasilitas cloud storage, saat ini kita bisa berbagi berkas makalah yang sama dengan kolaborator yang memungkinkan mereka menyunting makalah secara langsung. Metode ini cukup populer di kalangan peneliti belakangan.
Selalu ada sisi positif dan negatif dari tipe kolaborator yang berbeda. Sebagai peneliti utama, kita perlu mengatur para kolaborator agar tetap “berkelakuan baik”. Dengan demikian, kolaborasi tersebut dapat mengakselerasi penelitian dan penulisan makalah kita, bukan malah menghambat.
Oh iya, hampir terlupa. Ada keuntungan tersendiri bagi kita jika menyertakan kolaborator yang punya “nama besar” atau fasih berbahasa Inggris. Kolaborator ini mungkin tidak tahu banyak tentang penelitian kita, tetapi ia bisa mengoreksi makalah dengan baik. Hati-hati, satu hal yang mutlak tidak boleh dilakukan adalah membawa nama kolaborator tertentu tanpa memberi konfirmasi pada orang yang bersangkutan.
5. Dibuang Sayang…
Terakhir, jika penelitian kita tampaknya kurang berhasil atau proses penulisan makalah ilmiah terasa mandek, sebaiknya jangan pernah buang begitu saja folder-folder tulisan yang sudah kita upayakan. Bisa jadi suatu waktu kita mendapat pencerahan kembali dan mudah-mudahan mampu menyelesaikan penelitian dan makalah ilmiah tersebut.
Oleh karena itu, sebetulnya cukup bagus jika kita punya folder penelitian sebanyak-banyaknya. Barangkali dengan mimpi yang kuat dan obsesi bawah sadar terhadap beberapa topik penelitian, suatu saat semuanya bisa tuntas terselesaikan. Tapi ingat, serakah dan tak realistis ingin bisa cepat selesai pun tak boleh. Kita harus pintar-pintar menyeimbangkan ritme dan fokus pada satu pekerjaan untuk periode tertentu.
Semoga bermanfaat. Kalau tidak berhasil, jangan salahkan saya.
Sendai, Jepang, 17 Jumadilawal 1438 / 14 Februari 2017
A. R. T. Nugraha, peneliti dan guru fisika abal-abal